Cerita Pendek yang Menjelaskan Perjalanan yang Panjang

Cerita Pendek yang Menjelaskan Perjalanan yang Panjang


Marlina. Perempuan berkerudung yang berusia tiga puluh tahun. Ia tak tahu harus menceritakannya kepada siapa. Semua rekan-rekannya sudah tidak ada lagi semenjak kejadian itu. Hanya Marlina sendiri. Menyaksikan Jono, Tedjo, Awaliah, Annisah, dan kucing kesayangannya, Sivy, tergeletak. Kaca jendela pecah, berserakan. Ada yang menancap di tangan, di kaki, di paha, di dahi, juga bahu kanan dan kiri. Sinar matahari memoncerkan cairan merah, darah segar, yang mengalir menuruni pelipis, pipi, mulut, lanjut mengaliri leher hingga pakaian yang terpakai basah oleh darah.
Yah. Marlina adalah satu dari tiga puluh lima penumpang bus yang selamat saat mengalami kecelakaan, dan masuk jurang. Ketika itu, tidak tahu di daerah mana. Hanya tebing yang curam saat Marlina keluar dari bus yang sudah ringsek, tetapi masih terdapat celah melalui pintu belakang yang menganga. Semua mati. Kenek bus, supir, dan tiga puluh empat penumpang—termasuk rekan-rekannya—serta kucing kesayangannya.
Tetapi beruntung, ponsel pintarnya tidak ikut ringsek. Tetapi pula Marlina tak mendapatkan sinyal dari kartu merah yang ia pakai sebagai nomor telepon di ponsel pintarnya. Marlina berusaha berteriak, meminta tolong, tetapi tenggorokannya kering, seperti mesin motor lama yang tak dipanaskan atau apapun itu istilahnya. Untuk berbicara, bahkan membuka mulutnya saja, Marlina tak bisa. Ada sesuatu yang mengganjal di rahang miliknya. Kemungkinan, rahangnya patah. Kemungkinan juga, giginya ada yang rontok. Segala kemungkinan-kemungkinan memang bisa saja terjadi, apalagi setelah terjadinya kecelakaan parah yang membuat kemungkinan untuk selamat adalah dua puluh persen, atau bahkan satu persen.
Marlina menelusuri jalan yang seluruhnya dipenuhi pepohonan lebat. suara-suara hewan yang tidak diketahui jenis apa itu menyambutnya seorang diri. Awan-awan, langit biru, matahari, juga bumi seakan mengucapkan selamat untuk Marlina. Tak terkecuali suara riuh air yang mengalir. Ada sungai!
Ada surga dunia, ada kehidupan di sini.
Sungai yang ditemukannya berbicara setelah menelusuri daerah yang tak ada pehuni manusianya. Kemarilah! Aku yakin kau kehausan. Segerombolan ikan tiba-tiba bergerombol di bawah kaki Marlina. Seakan mengucapkan salam dengan bahasa ikan yang tentu saja Marlina tak kuasai. Ia hanya menatapi ikan yang mulai mematuk-matuk kulit kakinya yang mulus tapi penuh dengan bekas darah dan tanah. Marlina berfantasi, seakan ia seorang ratu dari kerajaan yang datang untuk berwisata dan disambut dengan meriah.
Tamu yang tak diundang itu datang. Kepalanya berat. Pandangannya berputar dan berkunang-kunang. Tangannya gemetaran. Kakinya lemas tak beraturan. Pikirannya tiba-tiba kosong, jiwanya mulai kosong. Marlina jatuh tersungkur, kepalanya menghadap aliran air sungai jernih yang menyejukkan. Ia sempat meminum air itu untuk membasahi tenggorokannya. Satu kali. Kurang. Dua kali. Masih haus. Tiga kali. Empat kali. Sampai lima kali raupan.
Ia mengeluarkan sesuatu dari tas yang dibawanya, tas kecil, seperti tas kondangan ibu-ibu, tetapi tidak norak, tidak mencolok. Sapu tangan berwarna putih, dan gincu. Ia menuliskan sesuatu dengan menggunakan huruf yang besar-besar agar terbaca oleh orang-orang. Tetapi. Sekali lagi. Marlina semakin lemas. Matanya sudah lelah. Sapu tangan putih itu dihanyutkannya ke sungai yang mengalir. Dan sesaat, Marlina tak sadarkan diri.
***
Empat pemuda yang berpenampilan seperti orang kota itu menceburkan diri ke sungai. Tidak tahu, apakah mereka orang kota yang kebetulan sedang berlibur di desa atau orang desa benaran. Mereka sudah asyik dengan air. Menyelam. Membalurkan sabun di badannya. Menyelam lagi. Menggosok kulit dan membilas sisa sabun mandi. Kemudian menyelam lagi.
Tiga dari empat pemuda itu selesai membersihkan diri mereka. Tinggal satu pemuda saja yang masih menikmati sejuknya air sungai yang jernih itu. Pemuda yang masih di dalam sungai itu asyik dengan air. Menyelam. Membalurkan sabun ke badannya. Menyelam lagi. Menggosok kulit dan membilas sisa sabun mandi. Kemudian menyelam lagi. Tetapi. Saat menimbulkan diri dan bernafas kembali, ada kain putih yang menyangkut di atas kepalanya. Pemuda yang menyelesaikan ritual mandinya sedikit terkejut dengan tulisan yang ada di kain sapu tangan itu. Lelaki itu, kemudian memanggil teman-temannya yang hampir berpakaian lengkap untuk menghampirinya kembali ke sungai dan menyuruh mereka melihat apa yang lelaki dalam sungai ini temukan. Sebuah kain. Sapu tangan berwarna putih dengan tulisan yang berwana merah mengejutkan keempat pemuda yang tadi asyik mandi.
SIAPAPUN, TOLONG AKU!!!

Samarinda, 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramai

Perkosa